Banyak pengusaha menganggap bahwa harta adalah segala-galanya. Mereka menganggap bahwa hidup akan susah jika tidak memiliki harta yang melimpah dan mereka merasa hidup penuh kesenangan karena berlimpah harta. Mereka-pun begitu cintanya kepada harta sampai-sampai susah sekali berpisah dengannya, dan senang sekali bertemu dengannya. Kecintaannya itu membuat banyak pengusaha yang bakhil (kikir) dalam bersedekah karena mereka menganggap itu adalah perpisahan baginya, dan di sisi lain mereka merasa senang dengan pertemuan dengan harta. Sehingga mereka menjadi senang dengan menumpuk-numpuk harta.
Lebih parahnya lagi kecintaan terhadap dunia melebihi kecintaan mereka kepada Allah sehingga berbagai macam aturan haram dilanggar demi mendapatkan harta, Anda akan melihat kecurangan kerap terjadi dalam jual beli seperti pengurangan timbangan yang juga pernah dilakukan oleh kaum Tsamud di jaman Nabi Sholeh as dengan berbagai keturunan kecurangan lainnya seperti menjual bakso tikus, daging glonggongan, saus dari buah busuk dan lain-lain yang jelas-jelas tidak thayyib (baik), lalu dicampur dengan yang baik-baik sehingga tertipulah pembeli. Ini dikarenakan cinta dunia yang membawa kebinasaan.
Sesungguhnya dalam diri Abdurrahman bin Auf ra terdapat suri tauladan kebaikan bagi para pedagang. Berikut ini beberapa ringkasan pemikiran Abdurahman bin Auf ra mengenai harta :
1. Abdurrahman bin Auf menganggap bahwa kesenangan dunia hanyalah sementara.
Abdurrahman bin Auf ra menganggap bahwa kesenangan dunia hanyalah sementara dan tidak kekal. Tentunya pandangan inilah yang benar dan sesuai dengan fitrah manusia karena hal berikut ini:
- Tidak ada seorangpun yang mati dengan membawa harta. Bagi seorang muslim mati hanyalah membawa kain kafan putih kemudian wajah dihadapkan ke arah kiblat, ditutup dengan papan lalu dikubur dalam kegelapan.
- Harta mau tidak mau pasti akan meninggalkan seorang manusia. Anda mencari harta berapapun pasti akan terpakai, seringkali ketika anda bakhil-pun harta itu akan diambil paksa oleh Allah SWT lewat anak yang sakit, kerusakan kendaraan dan lain-lain. Fakta ini bukanlah satu dua tiga terjadi tetapi merupakan hal yang lumrah terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
2.Abdurrahman bin Auf ra mengutamakan akhirat daripada dunia.
Pemahaman ini tentunya tak terlepas dari apa yang telah dikatakan oleh kekasih kami Rasulullah Muhammad saw yang telah berkata bahwa Barangsiapa yang sibuk dengan perniagaan sehingga melupakan jihad di jalan Allah maka tunggulah ketetapan Allah. Abdurrahman bin Auf pasti akan meninggalkan perniagaannya ketika datang waktu jihad dan panggilan perang, dan beliau termasuk orang yang banyak mendapatkan luka di tubuhnya karena berperang di jalan Allah. Abdurrahman bin Auf ra juga orang yang rela meninggalkan perniagaannya ketika panggilan sholat telah datang. Seolah-olah waktu beliau terbagi menjadi tiga saja yaitu berperang di jalan Allah, sholat, dan berdagang. Selain tiga itu waktu beliau dihabiskan untuk membagi-bagi harta dan mengurusi kesulitan kaum muslimin.
3.Harta tidak ada harganya dibandingkan dengan Akhirat
Abdurrahman bin Auf ra memahami betul bahwa kenikmatan dunia itu sangat sedikit meskipun ia menguasai seluruh harta dunia dibandingkan dengan kenikmatan akhirat. Abdurrahman bin Auf ra begitu paham tentang perkataan kekasih kami Rasulullah Muhammad saw yang telah bersabda : "Perbandingan dunia dengan akhirat seperti seorang yang mencelupkan jari tangannya ke dalam laut lalu diangkatnya dan dilihatnya apa yang diperolehnya. "(HR. Muslim dan Ibnu Majah). Sehingga beliau sangat sedih dengan pernyataan Rasulullah saw yang pernah mengatakan bahwa Abdurrahman bin Auf akan masuk surga dengan berat. Beliaupun menangis dikarenakan oleh pernyataan beliau yang disampaikan ibu kami (ummul mukminin) Aisyah ra. Sekali lagi ini dikarenakan Abdurrahman bin Auf ra begitu paham bahwa kenikmatan dunia dibandingkan akhirat adalah seperti air yang menempel di jari telunjuk dengan lautan bahkan lebih luas lagi.
4. Menganggap Keutamaan Seseorang bukan dari Jumlah Hartanya tetapi Ketakwaannya kepada Allah SWT
Abdurrahman bin Auf ra merasa rendah jika bertemu dengan orang miskin namun bertakwa meskipun dari sisi harta, Abdurrahman bin Auf ra lebih unggul. Suatu hari ia dibawakan makanan untuk berbuka, karena ia berpuasa. Ketika kedua matanya melihat makanan itu dan mengundang seleranya, ia menangis seraya berkata, "Mush'ab bin Umair gugur syahid dan ia lebih baik daripada aku, lalu ia dikafani dengan selimut. Jika kepalanya ditutupi, maka kedua kakinya kelihatan dan jika kedua kakinya ditutupi, maka kepalanya kelihatan. Hamzah gugur sebagai syahid dan ia lebih baik daripada aku. Ia tidak mendapatkan kain untuk mengkafaninya selain selimut. Kemudian dunia dibentangkan kepada kami, dan dunia diberikan kepada kami sedemikian rupa. Aku khawatir bila pahala kami telah disegerakan kepada kami di dunia."
Demikianlah seharusnya pola sikap pedagang muslim yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Sebelum melangkahkan kaki untuk berdagang dan berniaga maka hendaklah pemahaman tentang harta dipahami terlebih dahulu sehingga dia tidak menyimpang dari tujuan awalnya untuk mencapai Ridha Allah semata. Semoga Allah menjadikan kita pedagang yang jujur, dilapangkan rejeki, dan diberkahi rejeki kita. Aamiin.
hebat SAIDINA ABDUL RAHMAN BIN AUF memang tauladan..
BalasHapus